Resign Pada Hari Pertama Kerja



Rasa jenuh berada terlalu lama di rimba membuat saya memutuskan untuk sejenak menyeberang ke Pulau Bintan. Kebetulan juga ada panggilan kerja di BO, salah satu perush offshore. Klop dah!

Hari senin, datang dengan semangat 45, ikut safety induction dilanjut dengan security induction. Cukup lama juga menunggu, sebelum akhirnya diperbolehkan ke main officenya. Herannya, seisi kantor pada tak tahu kalau hari itu saya mulai bekerja. Setelah dilempar sana-sini, akhirnya dikasih juga kartu nama dan seragam. Karena hari sudah sore, saya memutuskan besok paginya saja memulai aktivitas kerja.

Hari pertama kerja. Berangkat dari rumah kontrakan Blok I nomer 6. Pakai helm nomer 006. Setengah delapan sudah di yard, dengan semangat 66, langsung senam.

Pukul delapan lantas meeting. Dipimpin oleh dua orang India, yang salah satunya langsung pasang tampang nggak ramah. Nanya-nanya progress pekerjaan pada kami bertiga. (A=8 hari bekerja, B=5 hari)

Lha, lalu progress apa yang ditanyakan ke saya? Orang juga baru mulai kerja hari ini…!

“All of you, heh!”kata si India, menunjuk kami bertiga. “I give you 3 days, and let’s see your progress. If you are good, After lebaran, I call you back.”

Wah, langsung kaget juga mendengar bahwa kami hanya memiliki sisa waktu 3 hari untuk menunjukkan performa. Kontrak kami bertiga sebenarnya 3 bulan, dengan masa percobaan dua minggu.

Setelah meeting, segera saja saya bertanya pada 2 teman lain, apa maksud kata2 si India itu. Jangan2 saya salah persepsi. Maklum, setengah ngelamun!

“Apa sih, yang bisa ditunjukin dalam waktu 3 hari atau bahkan seminggu?”ucap A bersungut. Ia menegaskan kalau tak ada yang salah dengan indera pendengaran saya.

“Kalau gini, kita nggak usah kerja lagi! ngapain masuk2 tangki?”sahut B. “Mending kita pulang saja ke Batam sekarang!”

“Yup! Dikiranya kita ini apa? Sok sekali (in)dia itu. Kaya’ ini negerinya aja, bisa semena-mena!“

“Saatnya kita menunjukkan sikap tegas, sebagai orang Indonesia, yang tak gampang ditindas. Kalau nggak gini, india2 itu makin merajalela.”

Seketika rasa nasionalisme dalam diri seperti mendidih sebesar 99,90 C. “Okelah, kita pulang sama2. Kita tunjukin pada mereka kalau sesungguhnya kita nggak butuh2 amat ama kerjaan di sini. Biar mereka tahu rasa, kalau nyari inspector amoy pipa itu nggak mudah, khususnya menjelang hari raya.”

“I don’t know what’s ur problem,”sahut si india, begitu kami mengutarakan niat utk berhenti kerja. “Why all of u guys are resign?”

A menjelaskan kalau dia tak bisa bekerja di bawah tekanan, yang membuatnya tak merasa enjoy. Si B menambahkan bahwa tak adil rasanya jika orang baru seperti kami2 ini diberi beban yang berlebihan, tanpa adanya adaptasi yang cukup. Apalagi waktu yang ada cuma 3 hari, untuk menunjukkan performa kami.

“Oh, yang dimaksudkan ‘3 days’ itu: 1, 2, 3 september.”si india meralat ucapannya, dengan nada merendah. Tak seperti tadi pagi yang ketus.“Coz i don’t know exactly, kapan orang2 produksi mau datang setelah lebaran. Bisa tanggal 1, 2, atau 3. That’s why I mean I ‘ll call u back!”

“Apa yang kau katakan barusan, beda ama yang tadi pagi di meeting!”ucap saya, yang segera ditanggapi oleh sekretaris GM dengan:

“Sudahlah, pak!”katanya. “Cuma misunderstanding bahasa. Salah interpretasi di komunikasinya. Jadi, nggak usah dibesar2in. Sudah, kembalilah kerja. And forget this!”

“Justru kalau begitu, berarti parah kali bahasa inggris kami ini?!”kataku nggak setuju. “Hingga hal2 demikian krusial bisa miss-interpretasi. Exactly I understood whatever he or u said.”

Si India masih ngotot bahwa dia tak berpretensi menge-push kami masalah kerjaan.

“Kalau begitu, mengapa kamu ngasih aku masa percobaan dua minggu setelah interview tempo hari?”kataku pasang tampang senewen. “Malah, pada dua orang ini cuma seminggu?!”

“seminggu atau dua minggu percobaan itu, maksudnya bukan dalam hal quality, heh…tapi lebih mengarah masalah Attitude. Seberapa kalian aware pada peraturan kerja. Seperti merokok misalnya.”

Sebel juga, dengar india ini berkelit. Padahal pagi2 tadi dalam meeting jelas2 dia mengatakan masalah progress pekerjaan, yang tentunya sangat berhubungan dengan masalah quality!

Saya menggeleng. “Pak, saya 7 tahun di Quality Assurance (QA). I made many procedures there in my prev company. Termasuk, prosedur rekruitmen orang baru di divisi QA, yang berisi pengenalan pada lingkungan system dimana dia akan bekerja. Apa saja scope of work-nya, responsibility-nya. Barulah dari sana bisa dilakukan evaluasi performa-nya. Nah, di perusahaan ini? Terus terang saya nggak pernah dapat hal2 begitu. Yang membuat kecewa, masa’ minta ear plug aja nggak dikasih…”

Sekret GM dan si india saling pandang. Setelah diam beberapa lama, india berkata. “I gave you one month here. Is it make u comfort now?”

Cihuuuy…akhirnya masa percobaan diperpanjang menjadi sebulan!

“And what did u mean with 11.30?”tanyaku menyelidik tak puas. Pada meeting pagi, si india sempat bilang kalau pukul 11.30, tak seorangpun diperbolehkan berada di kantor QA. Mereka semua harus berada di lapangan hingga istirahat pukul 12.00. (peraturan ini jelas merugikan, krn waktu position akan berkurang)

Si india sempat tertegun beberapa lama. “Oh, itu dibuat supaya tak ada yang relaks2 di kantor…santai2, main2 fesbuk…heh…”

“Terus, kalau ada drawing ketinggalan, ada paper yang mesti diambil? Mesti nunggu sampe istirahat?! Bagi saya peraturan 11.30 adalah bentuk ketidakpercayaan. So, buat apa bekerja kalau tak nyaman, kalau tak dilandasi rasa tak percaya?”

Kami bertiga berdiri. Jam dua belas lebih. Kami pergi, dan tak kembali.

{Tinggallah si india, yang berpusing2 ria. Tak ada QA inspector yang membantunya. Padahal sebelum lebaran, tangki2 sudah harus dikirim ke singapore,…baru tahu rasa lo yah…huehue }

62 thoughts on “Resign Pada Hari Pertama Kerja

  1. fightforfreedom said: Lho.. kenapa bisa begitu, mbak?Bukankah ada semacam tekanan yang mampir ke Pemko Batam untuk mengurangi tenaga kerja India.

    yang saya dengar dulu juga seperti itu mas iwan… tapi kenyataan di lapangan beda… kami yang di batamec ini ngerasa banget, bertambahnya pekerja india di perusahaan kami terjadi setelah kasus drydock itu…. yg bikin sebel ya, mereka itu masuk ke batamec lgsg dengan jabatan tinggi, minimal sebagai asst. supervisor… padahal skill dan kemampuan mereka jauh dibawah teman-teman saya yang jabatannya masih management trainee… belum lagi yg udah dapet jabatan sekelas manager… ampun2 dah… beberapa kali saya dipanggil atasan, karena ribut ama manager yg org india ini…

  2. dieend18 said: yg bikin sebel ya, mereka itu masuk ke batamec lgsg dengan jabatan tinggi, minimal sebagai asst. supervisor… padahal skill dan kemampuan mereka jauh dibawah teman-teman saya yang jabatannya masih management trainee…

    Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

  3. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    itu dia yg bikin kami gondok mas….. masa cuman gara2 mereka ini ekspat…?! dapet gaji ribuan dollar, sedangkan kalau kami yang minta naik gaji susahnya minta ampun….yg bikin saya sedih sekarang, sebagian besar teman2 di batamec akhirnya memilih resign. ya salah satunya karena masalah kesenjangan gaji ini… dalam dua bulan ini saya udah kehilangan dua org partner kerja dan akan menyusul dua orang lagi abis lebaran ini….

  4. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    wakakaka.. bye Bye india..

  5. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    lho, mukamu kan mirip india, mas.. :-p

  6. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    luar biasa! keberanian yang patut diacungi jempol!

  7. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    hebat.. :))

  8. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    wah ! *speechless 😉

  9. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    *tepuk tangan* *celingak-celinguk* *kabur*

  10. fightforfreedom said: Ini bisa memicu kecemburuan yang lebih parah, mbak, ya bagai menyalakan api dalam sekam. Di mana-mana hampir sama keluhannya (termasuk di kawasan industri Mukakuning) bahwa kebanyakan orang India itu hanya bisa memerintah, sedangkan soal skill mah jauuuuh banget. Herannya, mengapa banyak perusahaan sepertinya berani membayar mahal mereka.

    jgn lupa kirim gaji pertama yaa..*bwt happy puppy xixi :p

Leave a reply to trasyid Cancel reply