(Serial Badung) : Menguji Khasiat Sholawat

Alkisah, pada suatu ketika, di malam nan terang bercahaya, si Badung pergi bersama seorang temannya. Sengaja ia alpa membaca sholawat. Padahal biasanya, setiap hendak bepergian, ia selalu membacanya, mengiringi doa-doa keselamatan yang ia panjatkan.

“Tak apalah sesekali tak membacanya,”gumam si Badung, mencoba meyakinkan diri bahwa segalanya akan baik2 saja. Ia sebenarnya sudah sangat faham beragam manfaat sholawat. Salah satunya adalah pertolongan/ syafaat dari nabi Muhammad.

“Tapi itu khan nanti, kelak di akhir jaman,”ucap si Badung. Malam itu ia sepertinya tidak rela membaca sekecap sholawat. Mobilpun melaju. Menyisir jalanan batu Aji yang bermandi mercuri.

Satu dua percakapan, menyelingi sepi. Hingga sampailah mereka berdua di simpang kabil.

“Kalau pagi, di perempatan ini bisa-bisa kena empat kali lampu merah,”kata temannya, dari balik kemudi. Ia lantas menekan rem tangan begitu lampu merah menyala tepat di depannya.

“Kok lama banget, sampai empat kali?”tanya si Badung.

“Kalau pagi lalu lintas yang diprioritaskan dari arah nagoya. Jadinya, yang dari arah lain mesti mengalah, walau lampu sudah hijau, tetep aja gak boleh jalan karena ada polisinya. Yah, mau gimana lagi. Kalau tidak begitu, macetnya bisa sampai simpang jam.”

Teman si Badung langsung tancap gas begitu lampu merah berubah hijau. “Heran, sudah tahu lampu hijaunya singkat, orang-orang jalannya pada pelan,”ucapnya, sambil membelokkan kemudi ke arah kanan. Ia lantas cepat-cepat menginjak rem ketika moncong mobil depannya menyerempet pengendara motor di sebelah kanannya.

Pengendara motor berusaha menyeimbangkan kendaraan yang sudah oleng. Di boncengan belakangnya, seorang ibu muda bersama bayinya nyaris terjatuh. Syukurlah kaki kiri pengendara motor cukup kuat berpijak di bumi. Merekapun menepi.

“Adek gak papa?”sapa si Badung, sambil memegang pipi bayi yang berada dalam gendongan ibu muda yang masih kelihatan shock.

Sebenarnya si badung juga agak shock. Terbayang kembali peristiwa 9 tahun silam di Madiun, Jatim. Peristiwanya hampir sama. Ia, yang saat itu dibonceng Uun, seorang teman kampusnya, menabrak sebuah motor yang terlanjur melaju kencang dari sebelah kiri. Motor tersebut memang jelas2 salah karena menerobos lampu merah . Yang membuat si Badung bergidik, di boncengan belakang motor tersebut ada seorang ibu dan balita dalam gendongannya. Mereka berdua terguling di jalanan seketika. Si balita, yang mengalami lecet-lecet di beberapa bagian tubuhnya, menangis-nangis pilu. Sementara ibunya, mendapat lebam biru di tangan dan kakinya. Uun dan pengendara motor yang nekat itu, hampir sama nasibnya. Tangan dan kaki mereka lecet-berdarah. Si Badung, yang ikut tertindih bersama motor, cukup bersyukur karena hanya celana baru seharga 150 ribunya yang robek.

Demi mendapati si adek bayi baik-baik saja, si badung menghela napas lega. Tak ada sedikitpun lecet, tak seperti bayi yang tertabrak 9 tahun silam di Madiun. Ia lantas mendatangi sang pengendara motor yang tengah memperhatikan pullstop (pijakan motor)nya yang bengkok. Tanpa memperdebatkan siapa yang bersalah, ia menanyakan berapa besarnya kerugian yang diderita pengendara motor tersebut.

“Abang aja yang ngasih. Kalo kita yang matok ganti rugi, ntar disangka memeras pula’,”ucap pengendara motor tersebut, dengan logat melayunya yang rada kental.

Si Badung mengeluarkan selembar uang ratusan ribu dan memberikannya pada orang tersebut.

“Kalau bisa tambah dikit lagi-lah, Bang!”pinta sang pengendara.

Si Badung melirik lagi dalam dompetnya. Hanya tersisa satu lembaran merah. “Bang, uang saya tinggal ini,”ucap si badung, sambil memperlihatkan isi dompetnya yang melompong kosong. “Kalau saya kasih ke abang, ntar saya gak punya pegangan, donk. Maaf, yah. Saya mesti buru-buru. Mau tahlilan…”

Demi melihat baju koko yang dikenakan si Badung, sang pengendara segera mengiyakannya pergi.

Sekembalinya dari acara tahlilan di Nongsa, si Badung kembali melewati simpang Kabil. Kendaraannya lantas belok kiri menuju jalan pulang di Batu Aji. Malam itu ia memang pulang agak cepat, tak sesuai rencana awal. Semestinya ia tak perlu buru-buru pulang, kalau saja uangnya tadi tak berkurang. Dari simpang Kabil, mestinya ia lurus saja menuju Nagoya.

“Yah, mestinya bisa karaoke barang dua atau tiga jam,”desahnya, sambil berandai-andai, kalau saja tadi ia tak sengaja alpa membaca sholawat…

97 thoughts on “(Serial Badung) : Menguji Khasiat Sholawat

  1. tintin1868 said: padahal kalu keluar cukup ku bilang bismillah.. udah gitu aja.. emang solawatnya kalu mo pergi apa sih?ini serial kan.. asik ditunggu cerita berikutnya..

    selain baca bismillah dan doa utk bepergian, alangkah baiknya jika disertai dengan bacaan sholawat pada nabi :)sholawatnya biasa aja bunyinya. Allohumma sholli ala (sayyidina) muhammad, wa’ala ali (sayyidina) muhammad.Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi SAW, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya.”

  2. saturindu said: sholawatnya biasa aja bunyinya. Allohumma sholli ala (sayyidina) muhammad, wa’ala ali (sayyidina) muhammad.

    biasa juga baca ini kog kalu inget, tapi cukup bismillah deh.. eh solawat nabi yang panjang2 itu? ga berangkatberangkat dah.. *pantes badung tetep badung kepanjangan sih..

  3. tintin1868 said: duh pembeladirinya ini deh.. *jewer.. intinya cuma malas kan..

    memang ada baiknya, untuk belajar baca2 doa yang panjang2. nanti pasti terbiasa. :)biasanya, saya sering bacanya di tengah perjalanan, krn sering kelupaan….huehue

  4. sweetspace said: itu sih namanya aliran kebathinan mas Suga :P…Aliran yang sangat aku benci kalo lagi nguji skripsi D

    wahh…brarti asyik kl punya dosen penguji mbak Yuli. Tinggal menerangkan dalam hati, sudah cukup…tak perlu keras/kencang2 dalam bersuara:)))

  5. dhaimasrani said: 🙂 iya, dulu d ajarin banget kalo do’a mesti ngawalin dengan lafazh Basmallah ama sholawat, nutupnya juga sholawat and hamdallah… 😀

    semoga ajaran tersebut masih tergingang dalam telinga dan bergema di seluruh penjuru jiwa, menyatu dalam aliran darah….dan menjadikan kebiasaan efektif :)terima kasih mas, atas share singkatnya

  6. saturindu said: “Yah, mestinya bisa karaoke barang dua atau tiga jam,”desahnya, sambil berandai-andai, kalau saja tadi ia tak sengaja alpa membaca sholawat…

    Ya Allah bener2 badung ya…. kirain nyesel ga baca shalawat karena jadi ga selamat.. taunya nyesel ga bisa karaokean ….. ampun2 deh 😛

Leave a reply to saturindu Cancel reply