[Random Snippets-AIR] : Yang Larut & Yang Hanyut

Yang Larut & Yang Hanyut

Larut malam. Hujan bercucuran. Warga desa tepian Brantas telah tenggelam di alam mimpi. Sejak sore tadi, hujan belum berhenti.

Dua orang masih terjaga. Jas hujan mereka berkibaran diterpa angin kencang. Keduanya menyusuri tanggul, memanggul alat pancing.

“Siapa tahu dapat ikan papar lagi,”kata orang pertama, memicingkan mata. Dua pekan lalu, kail mereka menancap di bibir ikan besar, yang belum pernah sekalipun mereka lihat. Perlu tujuh orang lagi untuk menarik ikan yang bentuknya mirip hiu itu ke atas tanggul. Mereka sempat ragu, apakah ikan itu ikan beneran ataukah ikan jadi-jadian. Setelah yai Mastur, pemuka agama setempat didatangkan, ikan tersebut dicincang menjadi ratusan bagian. Lalu dibagi-bagi pada penduduk desa.

Muka orang kedua keruh. Sekeruh air hujan yang bercampur debu-kotoran. Ia seperti tak yakin akan bisa menangkap ikan besar itu lagi. Tempo hari sungai Brantas masih surut. Hanya setinggi kepala orang dewasa. Kini, ketinggian air sudah lebih dari lima meter. Sudah seminggu ini hujan berjatuhan dari angkasa.

“Kalau pasang begini, biasanya ada barang yang hanyut,”ucap orang kedua, seraya melempar kail ke sungai. Tahun lalu ia berhasil mendapatkan tiga batang kelapa yang tersangkut pada jala yang ia pasang di malam hari. Batang kelapa itu ia gergaji panjang-panjang; untuk dijadikan siku penyangga atap rumah kayunya.

Hujan seperti tak hendak berhenti. Tapi curahnya sudah tak lebat lagi. Samar-samar di kejauhan, sebuah benda tersembul di permukaan sungai. Benda itu hilang sebentar lalu timbul lagi. Lalu hilang dan timbul kembali. Selalu begitu.

Orang pertama dan kedua berpandangan. Sejurus kemudian merekapun turun, menuju bantaran sungai. Perahu tertambat di situ.

Dengan galah panjang mereka mendayung hingga ke tengah, bersiap menyongsong benda misterius itu. Begitu sampai, orang pertama menancapkan galahnya ke dasar sungai. Sekuat tenaga ia menahan perahu agar tidak terseret arus yang cukup kuat. Giginya gemeratap, menahan gigil yang menyelinap di pori-pori. Matanya menyiratkan kekhawatiran, tapi tak urung bibirnya tersenyum. Benda itu ternyata sebuah karung.

“Cepatlah, tanganku sudah kesemutan.”serunya.

“Gimana mau cepat? Karungnya aja belum sampai kemari!”sergah orang kedua. Sebenarnya tangannyapun sudah gatal. Ingin segera meraih karung yang hilang-timbul itu. Saat karung menyembul tepat di sisi perahu, dengan sigap ia menyergapnya. Perahu sempat bergoyang beberapa kali, ketika karung basah itu terangkat dari air.

“Hati-hati, perahunya bisa terbalik,”sahut orang pertama, agak cemas melihat perahu yang makin bergoyang-goyang.

“Huh, berat juga ternyata,”keluh orang kedua, yang tak terlalu menghiraukan ucapan temannya. Pandangannya lebih terpaku pada karung basah berwarna kecoklatan di depannya.

“Kira-kira apa yah, isinya?”sahut orang pertama penasaran. Ia segera meminta temannya ikut mendayung.

“Sepertinya kelapa. Mungkin ada sayuran dan buah mentimunnya”sahut orang kedua, dengan napas agak terengah-engah. Tadi, sewaktu ia menaikkan karung, sempat teraba benda bulat di dalamnya. “Kasihan, yah orang yang kehilangan karung ini…”

Orang pertama menatap sepintas orang kedua. Ia hendak berkata, tapi urung. Ia sendiri belum pernah memikirkan, bagaimana rasanya kehilangan barang sekarung. ‘Pemilik barang ini pasti seorang pedagang. Atau petani,’tebaknya, dalam hati.

Mereka mengangkat karung itu ke atas tanggul. Bau agak anyir terendus. Keduanya berpandangan.

Orang kedua mulai khawatir.“Jangan-jangan ini cuma sampah?”

Orang pertama tak menanggapi. Tanpa bicara, keluar badik dari balik pinggangnya. Sekali tebas, kait yang melilit karung langsung terlepas. Bau anyir makin kuat tercium.

Orang kedua bergegas meraih ujung karung.“Bagi dua sama rata, yah?”

Karung dibuka serempak. Sontak keduanya terbelalak. Isinya ternyata tubuh tak bernyawa. Tanpa dikomando, keduanya lari lintang-pukang.

***

“Inilah karma, akibat mencincang ikan P
apar tempo hari,”sergah seorang warga, yang diamini beberapa orang di sampingnya.

Puluhan orang berkerumun di rumah yai Mastur, seperti meminta pertanggungjawabannya. Dialah yang menyarankan agar ikan besar itu dibagi-bagi pada warga. Sudah tiga hari ini puluhan karung tersangkut. Di jala-jala yang ditebar warga, atau di bantaran kali tempat perahu bersandar. Beberapa karung yang sempat mereka buka isinya sama dengan karung pertama. Seonggok tubuh manusia tak bernyawa! Para warga ketakutan. Mereka tak berani lagi membesuk sungai. Bau busuk terlalu menusuk hidung. Padahal sehari-hari, mereka biasa MCK di sana. Mereka juga selalu melintasinya, karena pasar berada di seberang. Para warga tepian sungai kian resah. Bau busuk itu sudah merambah rumah mereka. Beramai-ramai mereka mengadu pada kepala desa, mengajaknya bersama-sama menemui yai Mastur.

“Ternyata ikan papar itu ikan jadi-jadian,”sahut orang pertama, yang dulunya ikut menangkap ikan besar itu. Ia kelihatan menyesal melakukannya. “Ikan itu pasti menuntut balas.”

Hush, jangan sembarangan bicara.”sahut kepala desa, membenahi kancing bajunya yang terlepas.

“Kalau benar ikan itu jadi-jadian, kalian pasti akan kesurupan.”tutur yai Mastur. “Apakah benar diantara kalian pernah ada yang kesurupan?”

Beberapa warga saling pandang. Mereka saling menggeleng.

“Masalah ini sudah diserahkan ke pihak berwajib,”kepala desa menjelaskan. “Kata polisi, orang-orang yang dikarungi itu korban petrus.”

“Petrus?”hampir serentak para warga bertanya.

“Iya, Penembak misterius. Mereka yang mati dalam karung memang sengaja dibunuh.”

Para warga bergidik. Raut ketakutan tergambar jelas di wajah mereka.

“Jangan khawatir,”ucap pak lurah, berniat menenangkan warga. “ Semua yang mati itu orang kriminal. Mereka orang jahat semua.”

“Tapi siapa yang menembaknya?”sahut orang kedua cemas. Ia tak bisa membayangkan seandainya ada peluru nyasar kearahnya. Atau jangan-jangan, wajahnya dikira mirip dengan orang jahat. Ia makin bergidik.

“Siapapun yang membunuhnya, kita patut berterima kasih.”Imbuh yai Mastur. “Inilah cara Tuhan menghukum orang jahat seperti mereka.”

“Benar,”tegas Kepala desa. ”Orang baik seperti kita-kita tak mungkin dibunuh.”

Warga desa bubar. Mereka agak tenang mendengar penuturan dua sesepuh desa.

***

Larut malam. Hujan berjatuhan. Menghanyutkan sampah-sampah. Menghanyutkan apa saja yang mampu diangkutnya.

Sungai terlihat lebih keruh. Tapi tak ada lagi bau busuk yang menusuk. Karung-karung yang tersangkut sudah diangkat, lalu dipendam dalam tanah. Beberapa warga terlihat asyik bercengkerama di atas tanggul. Beberapa diantaranya membawa kail dan jala.

Samar-samar di kejauhan, sebuah benda tersembul ke permukaan sungai. Benda itu hilang. Kemudian timbul lagi. Lalu hilang dan timbul lagi.

Makin dekat, benda itu makin mengarah pinggir. Seperti sengaja ingin menyingkir, dari riuh arus Brantas yang deras.

Orang-orang berkerumun, sambil berbisik. Pandangan mereka tertuju pada benda hilang-timbul yang terlihat mendekat. Begitu mengetahui benda itu ‘berlabuh’ di bantaran perahu, mereka bungkam.

Sepintas, benda itu bentuknya mirip karung!

“Kita buang lagi ke tengah, biar hanyut ke muara,”usul orang pertama, setelah tak satupun orang di sekelilingnya angkat bicara.

“Jangan! Siapa tahu isinya berguna.”Sergah orang kedua, menampik usul kawannya.

Ia lalu memberanikan diri menuruni bantaran sungai. Agak lega juga, tiga orang mengikuti langkahnya.

Benda itu ternyata memang karung. Kelihatannya masih baru. Hanya ada sedikit kotoran di ujungnya. Setelah diangka
t beramai-ramai ke atas, karung itu dilepas talinya. Beberapa orang menahan napas, sambil menutup hidung. Mereka khawatir akan mencium bau anyir, sebagaimana tempo hari. Tapi, karung baru itu tak berbau sama sekali.

Begitu karung terbuka, terlihat bungkusan tas kresek hitam besar di dalamnya. Orang-orang penasaran. Beramai-ramai mereka mengeluarkan kresek hitam itu dari dalam karung.

Orang pertama yang tak sabar melihat isi kresek, segera mengayunkan badik. Begitu kresek robek, seketika itulah berhamburan cairan basah yang kental. Aroma anyir terasa kuat menusuk hidung. Seonggok kepala menyembul keluar. Lehernya terpisah dari badan.

Orang-orang yang kaget, sontak menjerit. Mereka sangat kenal wajah tak bernyawa itu. Dialah Rohim, tetangga desa yang biasa berjualan sayur di pasar seberang.

Serentak semua orang berhamburan. Dalam hati masing-masing terbetik kekhawatiran mendalam. Jika orang baik seperti Rohim ternyata juga terbunuh, nasib mereka mungkin tak jauh beda. Petrus ternyata tak sebaik mereka kira.

Merekapun berlari dan berlari. Menjauhi aliran sungai…

-=Kenangan masa kecil, di sebuah desa di hilir Brantas, 1983=-

tulisan ini diikutkan pada lomba bertema air, yang diadakan mbak Vina

145 thoughts on “[Random Snippets-AIR] : Yang Larut & Yang Hanyut

  1. fendikristin said: aih keren loh Mas…seperti kisah misteri..cuaca mendukung serasa berada di pinggir sungai Brantas! keren..keren! bener tuh Mas..dibikin trilogy aja 😉

    wah, masa?beneran kl dibuatkan trilogi Annabelle mau baca ceritanya?:)wah, senangnya…

  2. saturindu said: *hayo, ikutan berpartisipasi…semoga menang…sebagaimana lomba di cerita eka:)

    hehehe..Itu juga berkat mas Suga kok..kan tau infonya dari mas Suga…mas Suga juga ada kan disitu ?;-pYap. Mari..Semangat..^^

  3. saturindu said: *hayo, ikutan berpartisipasi…semoga menang…sebagaimana lomba di cerita eka:)

    serem…bener2 kisah nyata ya???Alhamdulillah belum lahir pada masa itu…Semoga skrg ga ada lagi ya… (rumahku pinggir pantai soalnya)

  4. ninelights said: hehehe..Itu juga berkat mas Suga kok..kan tau infonya dari mas Suga…mas Suga juga ada kan disitu ?;-pYap. Mari..Semangat..^^

    Wah, dari saya yah…info lombanya:)mari, Mari senantiasa mengasah pena:)

  5. pitaloka89 said: serem…bener2 kisah nyata ya???Alhamdulillah belum lahir pada masa itu…Semoga skrg ga ada lagi ya… (rumahku pinggir pantai soalnya)

    syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

  6. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    setuju mas…tega banget ya yg semena2 terhadap nyawa manusia…

  7. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    Bagus.. Bagus.. Bagus.. *Dr td ngintip2 lom sempet baca*Kirim ke kompas sapa tau nyangkut mas.. Honornya bagi dua.. ^^

  8. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    Saya jga dngr cerita petrus waktu kcil,konon kata orang tua,jaman itu bgtu mencekam…

  9. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    Numpang ngintip 😉

  10. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    Keinget pada waktu saya SMP, ramai-ramainya Petrus, ngomong salah dikit pasti bakal dipetrus!!! Pelaku di balik itu semua adalah salah satu organisasi yang cukup terkenal dan dalangnya adalah orang yg cukup kuat di waktu itu.

  11. saturindu said: syukurlah, kejadian yang udah lama…sepertinya sudah tak ada lagi kejadian seperti itu, karena sekarang sudah banyak institusi bertajuk perlindungan HAM.Bagaimanapun, kriminal adalah manusia juga, yang tak bisa semena2 dieksekusi, sebelum diadili terlebih dulu

    wow… kisah nyata?

  12. nonragil said: Keinget pada waktu saya SMP, ramai-ramainya Petrus, ngomong salah dikit pasti bakal dipetrus!!! Pelaku di balik itu semua adalah salah satu organisasi yang cukup terkenal dan dalangnya adalah orang yg cukup kuat di waktu itu.

    orang kuat di masa orba?tujuan awalnya memberantas premanisme, dengan cara preman:))tapi akhirnya, malah banyak salah sasaran:)

  13. rirhikyu said: wow lagi… gila ya… *ikutan mual, kebayang bau anyir en mayat2 itu.. hiiiiii

    kl saya sih, cuman cium2 bau busuknya…kebetulan rumah kakek persis di bawah tanggul brantas :)Mau lihat karung2 itu, tapi dilarang:)

  14. grasakgrusuk said: Bagus.. Bagus.. Bagus.. *Dr td ngintip2 lom sempet baca*Kirim ke kompas sapa tau nyangkut mas.. Honornya bagi dua.. ^^

    rencananya mau dikirimkan…tapi belum tahu kapan.Perlu edit2 dikit dulu, sebelum dilepas ke media:0

  15. grasakgrusuk said: Bagus.. Bagus.. Bagus.. *Dr td ngintip2 lom sempet baca*Kirim ke kompas sapa tau nyangkut mas.. Honornya bagi dua.. ^^

    settt daah lagi makan roti karena kelaperan eh ceritanya hmmmmpt.btw kalo saya pernah denger cerita tentang pembunuhan tersangka2 PKI di malang, sampe-sampe sungai brantas tuh berubah merah karena begitu banyaknya orang yang dibunuh.

  16. saturindu said: kl saya sih, cuman cium2 bau busuknya…kebetulan rumah kakek persis di bawah tanggul brantas :)Mau lihat karung2 itu, tapi dilarang:)

    edyan ik,pada ikut yakkk, jadi pingin juga nihh menjegal kandidat dn memusingkan dewan juri……masih ada waktu sampe kapan ya Samm…? lali aku je..

  17. saturindu said: kl saya sih, cuman cium2 bau busuknya…kebetulan rumah kakek persis di bawah tanggul brantas :)Mau lihat karung2 itu, tapi dilarang:)

    Aih, sumpe!Saya GR banget bahwa seorang juri FF Pesta Blogger berkenan meramaikan event saya. Makasih banget ya, m’Suga! :))

  18. saturindu said: kl saya sih, cuman cium2 bau busuknya…kebetulan rumah kakek persis di bawah tanggul brantas :)Mau lihat karung2 itu, tapi dilarang:)

    Ou, dan terus terang tulisan ini memang satu-satunya setoran yang masuk dengan nuansa lain daripada yang lain. Great piece, mas!

  19. nawhi said: settt daah lagi makan roti karena kelaperan eh ceritanya hmmmmpt.btw kalo saya pernah denger cerita tentang pembunuhan tersangka2 PKI di malang, sampe-sampe sungai brantas tuh berubah merah karena begitu banyaknya orang yang dibunuh.

    jangan bayangin selai strawberry sebagai darah yah….heuehuekakek juga pernah bercerita yang sama…pada saat kejadian tersebut.sebelumnya, ia menyimpan rapat2 cerita itu, karena takut cucunya tak mau main2 lagi di Brantas:)

  20. ohtrie said: edyan ik,pada ikut yakkk, jadi pingin juga nihh menjegal kandidat dn memusingkan dewan juri……masih ada waktu sampe kapan ya Samm…? lali aku je..

    hayo, cak..ikutan juga…biar mbak Vina makin pusing…hihi

  21. revinaoctavianitadr said: Aih, sumpe!Saya GR banget bahwa seorang juri FF Pesta Blogger berkenan meramaikan event saya. Makasih banget ya, m’Suga! :))

    aiiii, masa’?:))biar berimbang, :)beberapa peserta lomba FF, belakangan juga menyelenggarakan lomba. Jadi, saya bermaksud ‘membalas’ budi baik mereka, dengan cara menjadi peserta lomba. Selain itu, tujuannya utk mempererat sillaturrahmi, di samping menambah wawasan.*banyak hal baru yang bisa didapatkan, dari membaca karya2 peserta*:)*terima kasih kembali mbak Vina*

Leave a reply to pitaloka89 Cancel reply