Lucky Day : Kenangan Mei 1998

Coretan di salah satu Mei, sesaat sebelum reformasi

(*tulisan ini didedikasikan untuk sobatku, HanZ
salah satu pendiri KAMI : Komite Aksi Mahasiswa ITS*)

Awal Mei 98,

Bersama dengan HanZ, atau biasa dipanggil Genjik, kunaiki satu persatu tangga rektorat. Di lantai dua masih sempat kulihat dia bercengkerama mesra dengan PR III, sebelum kulanjutkan perjalanan menyusuri satu tangga lagi ; lantai III. Di lantai paling atas inilah kuserahkan lembar formulir cuti.


Yah, suasana negeri ini membuat banyak orang makin tak bergairah meneruskan kuliah. termasuk aku salah satunya…


Lalu kuturuni tangga itu lagi dan bermaksud bergabung dengan Genjik.

Suasana yang tadinya hangat dan sesekali diiringi tawa, mendadak telah berubah. Kulihat kedua orang di depanku itu kini malah bersitegang.
”Jadi tidak bisa pinjem bus, pak?” tanya Genjik
”Bukannya tak bisa, tapi pakai prosedur donk. Kalian ini selalu saja..”
”Kalau gitu Bapak tidak REFORMIS..’
”Silakan saja kalian bilang apa. Tapi yang jelas semua mesti prosedural…”
”Ya, sudah kalau memang tidak reformis !”
“Ya, sudah ! Emang kalian mau apa???” timpal PR III dengan berapi-api juga.

Sejurus kemudian, Genjik menyeretku kembali ke mabes KAMI, yang berada di Kantin pusat. Di tengah jalan, dengan napas terengah-engah, seperti menahan marah, ia bercerita.

“Anak-anak KAMI mau pinjem bus kampus. Untuk dipakai demonstrasi di tugu pahlawan siang hari nanti. Dua peminjaman sebelumnya, tak masalah. tak perlu prosedur segala. cukup sedikit lobby-lobby. Lha, sekarang? mengapa mesti pakai prasyarat administrasi.”

”Lantas, apa salahnya bikin surat sebentar?”tanyaku.

”Kamu khan tau, kalo KAMI itu OTB (organisasi tanpa bentuk), bukan organisasi resmi yang diakui rektorat. Jadi percuma juga membuatnya…”

Lebih dari dua ratus mahasiswa sudah berkumpul di arena kantin tempat ku terbiasa makan dan bermain kartu itu. Terdengar orasi silih berganti berbaur dengan yel-yel pro reformasi.

Dan tibalah si Genjik bersuara.

”Kawan-kawan seperjuangan…telah kita teriakkan kata-kata reformasi berulang-ulang, Kita telah turun ke jalan…menggugah kesadaran rakyat akan hak-hak mereka di rampas penguasa.

”Dan hari ini…Kita lihat wajah laknat mereka, para birokrat kampus kita sama dengan pejabat negeri ini…tak punya nurani…di tengah banyaknya dukungan pada mahasiswa pro reformasi dari almamater mereka, …kita pantas berduka …karena sang penguasa almamater kita justru anti reformasi…”

Dan terdengarlah hujat-caci maki. Bersahut-sahutan, penuh amarah.

”Sekarang,”kata si Genjik dengan nada lantang,”Sebelum kita bergabung dengan rekan-rekan kita para mahasiswa se-Surabaya, marilah kita bersama-sama mengetuk hati Bapak-bapak kita yang bersembunyi di balik tembok birokrasi rektorat. Mari kita serbu mereka…”

Dan iring-iringan lebih dari seratus lima puluh kendaraan bermotor mulai bergerak menuju rektorat yang cuma berjarak 200 meter dari kantin. Banyak juga pejalan kaki yang menyusul dengan panji-panji dan bendera yang sesungguhnya akan dibentang untuk demonstrasi.


-0o0-

Kulihat 7 orang satpam pucat mukanya tatkala melihat gerombolan yang tidak diundang tumpah di halaman rektorat yang biasanya sepi. Apalagi terdengar kata-kata provokasi dari salah seorang pendemo.

’Bakar, bakarrr…!’

Sempat takut juga kalau mereka akan bertindak anarkis. Untung saja kelanjutan kata-katanya adalah :

’Bakar…bakaaarrr ..ayo bakar semangat KAMI…!’

Setelah lima belas menit berorasi di sana, pihak birokrasi kampus meminta salah satu dari kami untuk bernegosiasi.

’Negosiasi? Untuk apa?’tanyaku pada Genjik.

’Mana kutahu..!’ jawabnya setengah acuh. Beberapa saat berikutnya ia berkata, ’Ya, sudah pergi aja ke atas, temui mereka!’

’Gilaa apa? Aku kan tidak termasuk struktural dalam organisasi KAMI..!’kataku mengelak.

’Emang penting?’tanyanya.

Kutak segera menjawab.

’Ya sudah anggap saja kamu sekarang adalah juru bicaranya KAMI…’

’Yang lain kan masih ada…’elakku lagi.

’Reformasi itu bermula dari diri sendiri…’ ucapnya lirih. Tapi kata-kata itu menggelegar dahsyat di telingaku. Sontak darahku seperti mendidih. Jiwaku serasa terbakar.

Kunaiki tangga rektorat untuk kedua kalinya di hari itu. Dalam iringan tepuk tangan yang bergema, disertai yel-yel reformasi tiada henti., Beberapa birokrat tampak resah menyongsongku.

Di ujung tangga, PR I dan PR II telah menyapa. PR III sendiri tak nampak di tempat itu. Sepertinya ia telah ketakutan.

’Kalian khan anak-anak kami sendiri. Jika ada permasalahan…mengapa mesti harus pakai cara ini?’ Ucap PR I. Nadanya terdengar kebapakan.

’Sebenarnya permasalahannya apa?’ timpal PR II. Beliau memegang bahuku.

’Masalahnya sederhana saja, pak!’ Tandasku, mencoba mempermudah persoalan.

’Iya, mudah-mudahan begitu…’ harap mereka.

’Begini, pak. Di tengah banyaknya dukungan terhadap perjuangan reformasi di negeri ini, ada sebuah keprihatinan, mengapa langkah KAMI tak didukung oleh orang tua sendiri, sang almamater tercinta…’ ucapku dengan nada getir.

’Lha, apa iya?’ Tanya PR I.

’Contoh kecil saja! Kita mau pinjam bis kampus. Tapi tak di-acc..’

’Lha, pa iya?’Tanya PR I lagi.

’Begitulah…’ kataku dengan meyakinkan.

’Ya sudah. Tapi semestinya setiap peminjaman harus ada yang bertanggungjawab.’

‘Kamu siap untuk itu?’ PR II yang lebih banyak diam, ikut2an bertanya.

’Kapanpun siap !’jawabku setengah asal. Segera kubuat surat pernyataan. Dan menyerahkannya pada mereka berdua.

’Hati-hati, yah…!’ pesan mereka. ’Dua bis setengah jam lagi akan ready! Tapi janji khan, nggak bakalan ada yang naik di atapnya?!’

Setelah menyanggupinya, setengah jam kemudian datang dua bus yang dijanjikan. beberapa mahasiswa terlihat berloncatan ke atapnya.

’Hush-hush…’kataku mengusir paksa mereka. ’Ayo, turun. Naiknya ntar aja, kalau sudah keluar dari bundaran kampus..’

Sepanjang perjalanan, seperti tiada mengenal takut, Genjik berkoar-koar dari atap bis itu dengan megaphone. Hebatnya lagi, di perempatan lampu merah Kertajaya, ia menghentikan busnya. Semua kendaraan dari 4 penjuru langsung berhenti. Mereka mendengarkan orasi genjik selama 10 menit!

Perjalanan berikutnya menuju tugu pahlawan terasa makin lancar, apalagi telah ada dua mobil patwal POLTABES yang sukarela mengawal kami. Sesampainya di tugu pahlawan, hingar bingar manusia tiada henti membahana. Dengan kompak dan gegap gempita, mereka teriakkan yel-yel reformasi…

’Rakyattt pasti menang…
pasti menang…pasti menang….’


‘Revolusi..revolusi…reformasi sampai mati…’

Suara-suara tadi makin lama makin terdengar jauh…bersamaan dengan kelopak mata ini yang serasa berat tuk dibuka lagi. Kurebahkan diri di kursi bis dan kulihat sepintas sang sopir juga telah terlelap di kursinya. Pak suwito, yang bekerja di bagian Biro administrasi dan perlengkapan Kampus yang dari tadi ikut rombongan, naik juga ke bis yang sedari tadi telah berhenti. Ia rentangkan kaki-kakinya melintang kursi.

‘Pokoknya,
jika sampai rektorat mendengar atap bisnya dinaiki,

kalian berdua adalah orang yang pertama yang akan saya
cincang…’
ancamku setengah serius pada pak Wito dan Sopir, yang terbangun karena mendengar ancamanku.


Mereka berdua tampak ketakutan.

‘Wah, jangan khawatir, Mas ! Kami berada di pihak Anda.
Percayalah…!!!’


Setelah mendengar kata-kata ini barulah aku bisa puas ngepos. Tak kuhiraukan lagi teriakan-teriakan di luar sana yang makin membahana ^^

111 thoughts on “Lucky Day : Kenangan Mei 1998

  1. amarylli said: Judulnya lucky day…tapi ga menemukan cerita tentang ‘lucky’ nya

    sudah diantisipasi pertanyaan semacam ini :)1. saya beruntung…bisa negosiasi dan dapat bus2. saya beruntung…bisa tidur di bus :-P3. saya beruntung…rektorat tidak memanggil saya, perihal busnya yang dinaiki di atapnya4. saya beruntung kenalan ama polwan….Opsss:)))

  2. saturindu said: PM itu apa? Pos Metro?:))

    No. 1 : bukan keberuntungan, tapi bus kampus memang hak mahasiswaNo. 2 : berarti tiap hari saya beruntung, bisa tidur di bus :-PNo. 3 : rektoratnya emang malas manggil, karena ga ada kerusakan berarti yang menyebabkan kerugianNo. 4 : ko ga ada didalam tulisan, cerita kenalan sama polwannya ?

  3. amarylli said: No. 1 : bukan keberuntungan, tapi bus kampus memang hak mahasiswaNo. 2 : berarti tiap hari saya beruntung, bisa tidur di bus :-PNo. 3 : rektoratnya emang malas manggil, karena ga ada kerusakan berarti yang menyebabkan kerugianNo. 4 : ko ga ada didalam tulisan, cerita kenalan sama polwannya ?

    1. yang boleh pinjem adalah lembaga resmi, semisal senat, UKM, kopma, himpunan mahasiswa fakultas atau jurusan. di luar itu, tak diperkenankan ^^2. saya tak bertanya :-P3. *curiga. Ortu mary kerja di rektorat? :)))4. Bagian terpisah akan diceritakan. kalo diceritakansekarang, tak mendukung tema. 🙂

  4. fahranza said: Asik ya jd aktifis kampus.Iri sama mahasiswa2 yang kuliah nya dimasa “kacau” gitu :)Di era kami mah adem2 aja 🙂

    resiko hidup di masa2 itu juga besar, sih…karena kondisi ekonomi juga amat fluktuatif ^^ Ini, mungkin menajdi salah satu penyebab, beberapa aktivitis putus kuliah ^^

Leave a comment