Gara2 Bakti Kampus

Julukan junior yang sempat tersemat setahun pertama kuliah, mendadak luntur begitu datang para junior baru. Sepintas melihat kepala gundul mereka, bawaannya pengin melayangkan telapak tangan. Bermaksud mengusap, agar gundul mereka makin mengkilap.

Sebulan sebelum acara pengkaderan Bakti Kampus (Opspek), dibukalah lowongan kepanitiaan. Bisa dipastikan banyak orang yang berduyun-uyun mendaftar. Salah satunya, tentu saja saya yang tak sabar antri di barisan pertama.

Dari ratusan orang yang mendaftar, masing-masing kemudian diplot menjadi panitia pelaksana (OC), panitia pengarah (SC) dan instruktur, yang fungsi dan kewenangannya telah diatur dalam buku Bakti kampus. Semua panitia dan peserta diwajibkan membaca ketentuan yang tertera pada buku itu.

Saya kemudian diplot di gugus XII, bersama dengan 10 OC lainnya yang bertugas menunjang pelaksanaan acara. Sebanyak 30 Instruktur dilibatkan untuk membantu 2 orang SC, yang bertugas sebagai pengendali acara yang melibatkan 150 orang mahasiswa baru (maba) tersebut.

Tepat sejam sebelum acara dimulai, salah seorang SC gugus XIII, mendadak pamit untuk urusan penting. Dan saya langsung diserahi tugas untuk menggantikannya.

Pucuk dicinta, gundulpun celaka…

Rafi SC yang satu lagi, adalah kakak kelas saya. Walau begitu, ia kelihatan kurang sigap dalam bersikap. Saat berorasi di depan peserta, ia agak kurang greret. Melihat hal tersebut, saya langsung mengambil inisiatif superaktif. Tak jarang saya berteriak kencang-kencang pada gundul-gundul culun itu.

{Mahasiswinya sendiri, tampak lebih manis. Mungkin karena rambut mereka semuanya dikepang dua. Persis para gadis desa…}

“Semuanya ambil posisi!”saya berteriak via Megaphone. Kontan para Maba kebingungan. “Siapa yang nggak merasa bersalah, sekarang juga ambil posisi push up. Ayo, semuanya push up…”

Awalnya, instruktur juga kebingungan melihat maniver saya. Tapi, beberapa orang yang berpengalaman segera terjun ke lapangan dan langsung menyuruh paksa para maba untuk push up.

Mudah ternyata, ngerjain para gundul-gundul itu. Dengan kompak merekapun push up 10 kali. Untuk sebuah kesalahan yang tak mereka lakukan. Persoalannya, ada beberapa gadis desa yang ngotot tak mau dihukum. Setelah beberapa instruktur gagal membujuk mereka, saya kemudian turun tangan, menemui 3 orang yang ternyata….lumayan manis…!!!!

”Nov, kamu asalnya mana?”tanya saya, setelah melihat Badge di dada gadis pertama yang saya temui.

”Malang.”Sikap gadis yang sebelumnya agak acuh itu, berubah ’jinak’ manakala dia melihat badge yang saya kenakan : SC gugus XIII.

”Kamu jangan nganggap main-main pengkaderan ini, yah.”ancam saya padanya. ”Ayo, push up atau kamu kupulangkan ke Malang sana…”

Tanpa perlawanan, Novipun mengikuti instruksi saya. Begitu juga dengan Dinda, gadis kedua. Saat tiba pada gadis ketiga yang semampai…

”Kamu juga, ayo pulang sana, kalau nggak niat ikut OPSPEK.”Sikap saya setengah acuh, seakan tak butuh kehadirannya. Padahal, dia adalah salah satu pemandangan bagus di Gugus XIII. ”Mau pulang apa mau dihukum?”

”Dihukum, mas”suara gadis itu agak serak terdengar.

”Ok, ayo tentukan hukumanmu sendiri. Kamu sudah tahu peraturannya khan?!”Mata saya beradu pandang dengan gadis itu, yang sejenak kemudian langsung berkata…

”Mas saja yang hukum saya.”

Agak kaget juga mendapati jawaban itu. ”Kenapa kok saya?”

“Karena saya percaya mas.”

“Iya, tapi mengapa percaya sama saya? Saya khan orang baru. Yang baru kamu kenal. Kalau kamu aku suruh masuk sumur, kamu mau?”

“Mas memangnya menyuruh saya masuk sumur?”

“Kenapa tidak?”

“Kalau memang itu yang mas mau, saya akan melakukannya.”

”Benar?”

Gadis itu mengangguk. Mantap.

Kurang ajar. Dia menantang kejantanan saya. ”Kalau gitu, kuceburin aja kamu ke kali. Mau?”

Gadis itu kembali mengangguk.

Saya langsung menggandeng tangannya, mencari kali yang berjarak 100 meter dari lokasi.

Sial, kalinya ternyata kering….!!

Gadis itu tersenyum simpul. Sebaliknya, saya malah kebakaran jenggot (padahal nggak pelihara jenggot…). Saya lalu menggandengnya kembali ke lokasi awal. Baru ingat di sekitar tempat itu ada air comberan, di sebelah kamar mandi dan tempat wudhu Asrama. Walau airnya dangkal, saya tetap minta gadis itu untuk merendam kakinya di sana.

Lumayan, kali-kali aja kakinya bisa berubah jadi dendeng..!


Saya tinggalkan gadis itu sesaat, karena melihat beberapa orang instruktur berkerumun di kejauhan. Begitu mendekat, terlihat dua orang gundul yang super cuek. Mereka seolah menantang para instruktur.

”Mengapa kamu tak mau dihukum?”tanya saya pada si gundul Alex, setelah mendengar permasalahan yang terjadi. ”Ingat, setiap kesalahan ada hukumannya. Semuanya ada dalam peraturan Bakti Kampus ini. Kalau tak mau ikut aturan, silakan out!”

Hampir saya ambil badge peserta Alex secara paksa, saat dia berkata,”Mas, saya nggak kuat push up. Lutut saya sakit.”

”Baiklah, kamu lari aja kalau gitu. Keliling lapangan ini.”kata saya, memberi saran.

”Untuk bergerak saja sakit,”rintih Alex, setengah memelas.

”Gini aja, kamu nggak usah lari. Jalan aja keliling lapangan, OK?!”saya mencoba membujuknya lagi. ” Pelan-pelan, nggak usah dipaksakan. Kalau capek, ntar beristirahat.”

Alex yang menerima saran saya, kemudian mulai berjalan melenggang kangkung. Sepertinya ia pura-pura saja kesakitan. Sesampainya satu putaran….

”Gimana, kuat khan?!”

”Capek, mas.”kata Alex ngos-ngosan. Sepertinya dibuat-buat…

“Nah, ayo coba sekali lagi. Kali ini bawa batu.”Saya mengambil dua buah batu berukuran sedang. Dan meletakkannya di tangan kanan dan kiri alex. “Ayo dicoba, lari pelan-pelan…!”

Seperti kerbau dungu, si Alex berjalan mengitari lapangan. Setelah dia selesai, saya segera menyambutnya kembali.

“Kamu tahu. Lex? Kamu ternyata lebih hebat dari yang kamu kira.”Saya menatap mata alex yang kelelahan. “Tadi kamu bilang sendiri kalau tak kuat berjalan, tapi apa nyatanya? Kamu justru sudah berhasil dua putaran.”

Alex masih kebingungan dengan apa yang saya maksudkan.

“Percayalah, kalau kamu mampu berlari-lari kecil 3 putaran lagi, rintangan apapun dalam kehidupanmu nanti, pasti akan bisa kamu atasi. Percayalah dengan kata-kata saya..!!!”

Tanpa menunggu persetujuannya, saya dorong tubuh kecil Alex, agar segera berlari. Dan, memang. Ternyata dia sanggup!

Saya segera memberikan ucapan selamat padanya. “Begitulah kehidupan ini, Lex. Banyak orang terlalu mudah menyerah sebelum memulai langkahnya. Sebagian yang lain, justru menyerah SATU LANGKAH sebelum mereka sukses…”

Salah satu gundul bengal yang tak bisa dijinakkan adalah Romy. Ancaman apapun tak membuatnya gentar. Beberapa instruktur sudah mengusirnya pulang, tapi Romy yang enggan pergi, malah erat memeluk pohon jambu.

Dengan tegas, saya tunjukkan buku peraturan bakti kampus padanya. ”Kamu boleh ikut proses pengkaderan, kalau kamu mematuhi aturannya. Dan sesuai kesepakatan, yang melanggar harus dihukum.”

Romy terlihat masih acuh.

Saya langsung menendang kakinya. ” Ayo, sekarang keliling lapangan!”

Romy menggeleng. ”Saya tak kuat,….”katanya, rada cemen. Beberapa panitia, masih tak berhasil memisahkan Romy dari jambu yang masih dipeluknya erat-erat.

”Yaudah, kalau tak kuat, kamu push up yah?” sembari berjongkok, saya mencoba merayunya.

Ia kembali menggeleng.

Merasa sudah kehilangan kesabaran, saya ambil ranting pohon jambu, dan bersiap melecutkannya ke badannya.

”Kamu kalau tak mau ngikutin aturan, saya juga nggak perlu pakai aturan!”Ancam saya, sambil mengibaskan ranting itu ke tangannya. Spontan Romy melepaskan pegangannya. ”Sekarang apa maumu?”

Romy terlihat ketakutan. Dia makin ketakutan, karena saya melepas jas Almamater dan mencopot Badge SC yang saya kenakan. Tangan saya kemudian merenggut paksa badge pesertanya. Lehernya saya cengkeram.

”Yuk, urusan ini kita selesaikan aja berdua.” Sambil mencoba menggeretnya menuju tengah rawa. Saya sudah bersiap adegan ala Tyson-Hollyfield.

Bukannya meladenin tantangan saya, Romy malah erat berpegangan pada pohon jambu itu. Mukanya merah. Matanya nyaris berair. ”Kak, boleh hukum saya, tapi jangan suruh saya push up atau lari-lari”

Lha, ada lagi. Dihukum kok, pakai acara milih-milih…


Ini orang bengal juga! Tiba-tiba saya punya ide brillian. ”Yaudah, hukumanmu ringan saja. Naiki pohon jambu ini.”

”Tapi kak, saya gak bisa manjat!”

”Kamu jangan banyak alasan, yah. Ayo, coba dulu.!” Saya langsung mendorong tubuhnya untuk naik. Sedikit demi sedikit. Plus pakai acara cambuk-cambuk pantatnya…

Lumayan juga, akhirnya dia bertengger setinggi satu setengah meter. Pohon jambu yang agak kecil batangnya itu terayun ke kiri dan kanan, menopang tubuh Romy yang lumayan berat. Tubuh Romy makin berayun tak karuan, saat ia merasa gatal-gatal, karena ternnyata banyak semut merah di batang jambu itu.

”Awas, yah…kalau kamu berani turun sebelum saya perintah!”ancam saya, sambil mengacungkan ranting Jambu pada Romy.

Selesai urusan dengan Romy, mendadak saya seperti teringat sesuatu. Di kejauhan, terlihat para penghuni asrama tengah berkerumun. Spontan saya tertarik untuk juga mendekat, mencoba melihat apa yang terjadi. Baru sadar, ternyata mereka mengerumuni gadis itu! Gadis yang saya tinggalkan sendirian di comberan tadi, dekat tempat wudhu dan kamar mandi.

Sontak saya raih tangannya, untuk menjauhi tempat itu. Setelah meminta maaf padanya, saya lantas berkata.

”Nah, makanya jangan percaya sama orang baru. Bisa saja dia menipu penampilannya…”

“Enggak, mas…kalau sama mas saya percaya. Saya percaya kalau mas adalah orang yang baik.”

“Aneh banget, kenapa percaya?”

Gadis itu menitikkan air matanya. Sambil bercerita,”Saya dulu juga punya sahabat. Dia seperti mas. Orangnya baik. Sejak pertama kenal, saya sudah yakin kalau dia adalah orang baik…”

Melihat wajahnya yang makin sembab, langit-langit jiwa saya runtuh seketika. Ingin saya berikan sebuah tisu padanya. Syukurlah saya belum amnesia. Saya masih bisa mengingat bahwa saya berdiri di depannya bukan sebagai kekasihnya, melainkan sebagai seorang SC. Sudah menjadi hukum tak tertulis, bahwa SC dilarang menjalin hubungan personal dengan peserta. Dengan segera, saya memintanya bergabung dengan para peserta lain yang sudah berkumpul di lapangan…

Semenjak kejadian tersebut, saya bertekad menjadi orang baik

162 thoughts on “Gara2 Bakti Kampus

  1. saturindu said: Sudah menjadi hukum tak tertulis, bahwa SC dilarang menjalin hubungan personal dengan peserta.

    oo.. gt ya.. manggut-manggut.. kalo ngaku kakak boleh ya mas..?? :)*jd inget, pas ospek seorang senior cowok mendeklarasikan saya sbg adek kandungnya agar ndak ada yang ganggu.. alhasil senior yang lain bingung, pertama kami beda agama, kedua warna kulit sangat berbeda karena dia putih (turunan manado) sedang saya sawo matang.. xixixi :))) (4 him.. mksh ya.. xixixi.. :)))

  2. saturindu said: Sudah menjadi hukum tak tertulis, bahwa SC dilarang menjalin hubungan personal dengan peserta.

    saya jg percaya lho kl mas suga orang baik,,, makanya saya mau berbagi nomor hape,, dan saya jg percaya mas suga bukan orang pelit,,, maka itu mas suga modalin saya bikin apotek donk,,, haha,,,

  3. saturindu said: Sudah menjadi hukum tak tertulis, bahwa SC dilarang menjalin hubungan personal dengan peserta.

    jiah, lama ngga lihat postingan, Mas Suga :))Ini beneran tho, Mas…??? semoga beneran nggak amnesia yah? soale setiap kali postingan kok bawa2 nama Sefa 😛

  4. anazkia said: jiah, lama ngga lihat postingan, Mas Suga :))Ini beneran tho, Mas…??? semoga beneran nggak amnesia yah? soale setiap kali postingan kok bawa2 nama Sefa 😛

    pengin nggibeng anak itu..kl ketemu…enaknya kakinya diiket..trus dikerek di tiang bendera:)))))

  5. saturindu said: pengin nggibeng anak itu..kl ketemu…enaknya kakinya diiket..trus dikerek di tiang bendera:)))))

    Jangan lupa, bawa handicam yah, Mas. Nanti amsukin FB ato youtube githu. (ati2, Mas ngeledekin mulu) Doa saya, semoga jodohnya panjang *lho* 😀

Leave a reply to saturindu Cancel reply