Diary Merah Saga
Dear Diary,
Selongsong rindu, adalah peluru yang menyongsongku di kolong waktu.
Tak hendak kuberanjak, menjejak perca-perca masa depan yang menyakitkan. Telah cukup hari-hari lalu, menangkupku dalam lumpur-lumpur kawah. Berkali-kali tersungkur karenanya.
Hari ini kembali kurindukan hadirmu. Kurindukan dirimu yang biasanya mampu menggantikan hadirku. Cukup dengan mengukir kata, butir-butirmu akan meruah ke negeri entah. Terkadang engkau pergi ke tanah kenangan, menggali nisan tak bernama. Sekawanan bulbul memanggul senjata di paruhnya, siap memapah jasad pucat di keranda mereka.
Tapi engkau telah bersiap mantra. ‘Laa Yahtof, Walaa Tahzan. Akulah angin, akulah Topan. Semilir desirku, mengiris nadimu. Tatapanku delapan penjuru jauh. Menjauhlah, atau Musnah…’
Siulan bulbul sontak berhenti. Kepak sayap mereka buru-buru menjauh. Bersama derak roda kereta, yang membawa keranda tak terisi.
Kemudian Kau panggul jasad itu. Jasad pucat berwajah serupa hawa. Dengan dua apel saga di dadanya. Di telaga coklat yang tak jauh dari persemayamannya, kau lumuri tubuh itu, dengan berlumpur mantra. “Kaf Ha’ Ya’ Ain Shod. Kafilah jiwa, Hadirlah. Tempayan ragamu, rindukan episode baru. “
Dalam kemilau cahaya pancawarna, wajah itu tiba-tiba membuka kelopak matanya. Memancarkan bulir-bulir serupa embun di sudutnya. Tersulutlah kata dari kedua mulutnya…
‘Dear Diary…Mengapa kau bangkitkan aku dalam kesakitan ini? Belum cukupkah bebatuan waktu yang merajamku berkali-kali? Tuanmu yang tersayang, dialah yang telah menyalibku di tiang bimbang. Dialah kecubung, yang melambungkanku dengan selumbung padi. Dia berjanji akan mengisinya dengan beras dan emas.
‘Tapi Diary. Senja sudah separuh ungu. Namun tuanmu, belum juga bertamu. Sontak diriku cemas, memikirkan malam yang akan meremasku dalam kebekuan sepanjang waktu. Bahkan, ketika malam sudah merajamku berkali-kali, wajah tuanmu masih kunanti-nanti.
‘Dear Diary, cabutlah mantramu. Kembalilah engkau pada tuanmu. Biarkanlah aku damai, memeluk luka ini…’
-o0o-
Dear Tuan tersayang. Maafkan saya, jika Tuan menunggu kedatangan saya begitu lama. Sebagaimana biasa, mestinya saya menuliskan jurnal perjalanan saya, mencatat segala peristiwanya , agar nanti sewaktu-waktu tuan bisa membacanya. Maafkan saya, jika mangkir dari tugas mulia untuk kali ini.
Saya perlu menyingkir dulu, sembari memikirkan kembali, apakah saya pantas mengemban beban ini.
Teramat berat rasanya, memikul amanat yang disematkan di badan saya yang kian hari kian ringkih. Terlampau banyak luka dan kepedihan, manakala bercengkerama dengan wajah-wajah kenangan. Parahnya, kepedihan itu turut bergelayut, mengiringi langkah saya kemanapun perginya.
Dear Tuan tersayang, saya tak bisa membayangkan, bagaimana kesedihan itu juga akan bergelayut di pikiran tuan, bila membaca jurnal kenangan silam. Tuan pasti akan surut langkah ke depan, seperti perahu yang urung melajukan harapan. Tuan pasti akan menimbun diri, dalam rerimbunan salju abadi.
Karena itulah Tuan, biarlah saya yang menyimpan jurnal kelam itu, untuk saya sendiri. Biarlah saya yang akan menguburkan kepedihan dan kedukaannya. Bersama raga saya…
semakin indah aja
Kok bukan diary merah suga, om?
eh udah ada yang komen duluan :p
nggak mau narsis, bang :)makanya merahnya bukan merah Suga ^^
thx, Ly…sudah membacanya.
sebagai situs pertemanan, tak bisa dinafikkan silaturrahmi menjadi salah satu unsur dominan di MP. karena komen2 yang masuk juga bisa ‘on topic’ atau ‘out of topic’. Di ruang ini, silakan saja rekan2 mau berlaku seperti apa ^^ Kalau saya, mengembalikan semuanya pada tujuan awal saya ngempi : mencari kepuasan batin (selain mempererat tali sillaturrahmi). Dengan menulis, sebagian pengembaraan batin akan saya tuliskan, baik dalam bentuk kisah nyata atau tulisan rekaan (cerpen/novel). Terlepas ada tidaknya pembaca, saya akan terus menggulirkan cerita. :)Semua feedback akan saya catat dan dijadikan acuan untuk perbaikan karya di masa mendatang. Untuk hal ini, saya juga sangat berterima kasih kepada fahra yang berkenan memberikan masukan.:)
om tolong kirim sinyal di mari, lapi puput pingsan^^Kasihaaannn…..
waktu baca bingung…. setelah baca bocoran (komen di bawah baru ngeh)ga bisa komen yang berbobot… menyimak aja….
hmmm…. tidak ada yang salah siy mas dengan membuat karya seperti ini. memang orang yang awan sastra akan bertanya2, dan kebingungan kali yah, atau, hanya bisa menikmati sekedar keindahan kata2nya. atau setidaknya hanya bisa mereka2 yang tadi bikin saya binun itu bukan makna di balik cerita ini, tapi alirnya tadi sempet membingungkan saya, setidaknya 5 kali musti bolak balik baca baru agak2 ngerti sayang sekali tadi mas udah keburu jawab (eh salah, saya nyampe sininya telat hahahah) padahan,,,, mo main tebak2an dengan isi tulisan ini
kesian diary nya di tulisin jurnal yang sedih terus kayaknya ….
itu tokohnya laki apa perempuan mas?
apalagi yg baca ya… 🙂
sepertinya, kl mencermati teks2 yang bertaburan di dalamnya, kata ‘tuan’ lumayan mendominasi hampir di tiap paragrafnya:)
Belum tentu, mbak..kadang2 pembaca lebih cerdas dari penulisnya:)
kasihan dadanya…teriris bilah runcing:))
yup, tiap orang memiliki intrepretasi berbeda berdasarkan sudut pandang dan pengalaman mereka ^^
begitulah…sebagaimana puisi, ada puisi diafan (mudah dipahami) dan ada puisi gelap dan prismatik.:)Nah, kemarin nungguin Ria tak online2. jadinya saya jawab saja beberapa keingintahuan pembaca:)
wah..mbak intan ini merendah ^^enjoy saja komen di sini…nggak komen juga tak apa:)
Sinyal apa, put? sinyal GPRS apa 3.75 G?:))
yah…ga 17+ lg,Om?hehe…
maksudnya isi diarynya mencatat semua amalan n’ perbuatan kita selama ini ya, Suga…. kenapa warnanya merah?… warna favorit kah… 🙂
mas sebetulnya aku dapet ide membuat sesuatu mirip begini ^^ mungkin seperti monong seseorang dengan jiwanya yang mengibaratkan sisilain idirinya itu adalah kedua matanya hanya saja, saya gak tau mulai dari mana, dalam artian kalo di buat oleh jari2 ku ini pastinya akan jadi puisi specialis nya si ria (patah2 dan pendek hehehehehe… ) apa perlu aku tapa dulu kali, tapi malah gak jadi2 dah
dear diary, suga sedang patah hati kah?
“Kaf Ha’ Ya’ artinya apa ya? ga paham kata itu…cerita tentang masa depan yang harus dihadapi, tapi diganggu oleh masa lalu yang kelam, karena sang tuan lelah, maka dia memutuskan menguburnya walau sulithihihi itu yang aku cerna 😀
sudah diprotes beberapa orang :)lagian, buatnya juga setengah mati…krn tak ada contoh modelnya ^^:)))))))))))
Bisa dikatakan demikian. Warna merah adalah warna keberanian, untuk melangkah. Sangat kontras dengan ‘sang tuan’
Itu berarti, sudah saatnya Ria mendobrak paradigma :)ayo, lakukan sesuatu yang ‘out of the box’:)
Dear mbak tin2…yang patah hati diarynya…bukan suganya:)))
Itu bahasa langit…:)))dulu pernah dikasih doa2 yang ada bacaan2 itu. Kaf, ha’, ya’, ain, Shod…ha’, mim, ain, wakof..:)thx apresiasinyam, Nuri. Memang demikian adanya ^^
saya mau kok jd modelnya,Om hehe….
wah.beneran?kl gitu…om deba, tolong kisah2nya dituliskan…nanti saya coba buat plus2nya:)))
jgn agal vulgar ya.ga enak sm orang2 kampung.saya ga bs jd imam lg deh di kampung hehe…
lho, cerita ini..ntar dijualnya di kota2…nggak dikampung2:))
ga dari alif aja mas 😀
emangnya belajar membaca huruf hijaiyah?;-Psetiap huruf ada artinya…dlm mantra2:)
mengingatkan sesuatu.. sepertinya pernah melihat..merupakan bagian dari ayat2 alquran, benarkah..?? :)huruf-huruf yang hanya Allah yang bisa mengartikanseperti halnya Alif lam mim.. dan Alim lam ro..
apakah tuan akan membiarkan diary mengubur lukanya sendiri..?? 🙂 kalo yang ku tangkap dari kisah ini.. diary mencoba terbuka tentang dirinya pada sang tuandia memberi kebebasan pada tuannya tuk berfikir.. sebetulnya dia tidak meminta tuannya tuk pergi.. (jika diary adalah wanita.. ada yang bilang, jika wanita bilang tidak bisa berarti “tidak’ atau “ragu-ragu..” dan jika dia bilang “pergi saja”, bisa berarti “pergilah”.. atau mungkin “ku mohon jangan pergi..” :))*hahaha.. sotoynya kumat.. met siang mas suga.. 🙂
bangvyka sudah bacakata2 yg digunakan adalah pilihanwalaupun aku tak paham betul arah ceritanya
apa mantra huruf itu ada dalam asmaul husna?